Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar NU 2017 pada 23 hingga 25 November 2017 di Nusa Tenggara Barat.

Forum permusyawaratan tertinggi kedua setelah muktamar itu mengangkat tema “Memperkokoh Nilai Kebangsaan Melalui Gerakan Deradikalisasi dan Penguatan Ekonomi Warga.”

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj mengatakan, sebagai ormas keagamaan tersebesar, NU ingin menegaskan komitmennya dalam membentengi bangsa Indonesia dari paham radikalisme sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Said menuturkan, meski sekilas tampak berbeda, namun deradikalisasi dan penguatan ekonomi merupakan dua hal yang berkaitan.

Jika perekonomian warga membaik, tentu tidak akan mudah terpapar propaganda radikal.

Oleh sebab itu, Said berharap Munas dan Konbes mendatang mampu menghasilkan keputusan sekaligus sikap NU untuk menyelesaikan dua persoalan tersebut.

“Tema ini dipilih mengingat perkembangan kekinian yang dihadapi bangsa Indonesia. Berbagai bentuk virus radikal mengancam, di sisi lain tren pertumbuhan ekonomi kita terus menurun. Mudah-mudahan Munas dan Konbes nanti akan menghasilkan keputusan dan sikap NU dalam mengatasi situasi yang carut marut ini,” ujar Said saat konferensi pers terkait rencana penyelenggaraan Munas dan Konbes NU 2017 di gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (22/9/2017).

Dalam Munas, para alim ulama akan membahas berbagai masalah keagamaan, kebangsaan dan perundang-undangan.

Fokus pembahasan antara lain mengenai investasi dana haji untuk proyek infrastruktur, ujaran kebencian dalam berdakwah, Islam dan disabilitas, pembahasan RUU KUHP dan RUU Anti-terorisme.

“Hasil pembahasan Munas dan Konbes secara internal akan menjadi bagian dari langkah organisasi untuk menguatkan umat. Secara eksternal, akan menjadi rekomendasi bagi pemerintah untuk ditindaklanjuti,” kata Said.

Pada kesempatan yang sama, Rois Aam PBNU Ma’ruf Amin menegaskan bahwa warga NU memiliki tanggung jawab terkait keislaman, kebangsaan dan kemanusiaan.

Antara Islam, kebangsaan dan kemanusiaan, kata Ma’ruf, harus berjalan secara sinergis sehingga keutuhan bangsa tetap terjaga.

“Tidak boleh ada benturan. Oleh karena itu mensinergikan masalah agama, kebangsaan dan kemanusiaan menjadi tanggung jawab NU. Warga NU memiliki tanggung jawab besar untuk mengawal bangsa ini,” kata Ma’ruf.

Sebagai organisasi Islam yang moderat, lanjut Ma’ruf, NU harus memiliki peran dalam mencegah berkembangnya paham radikal.

Maraknya radikalisme harus dilawan dengan wacana kontra-radikalisme dan program deradikalisasi.

“Perlu ada kontra-radikalisme dan deradikalisasi agar masalah kebangsaan, terutama radikalisasi, bisa diatas,” tutur Ma’ruf.