Sekitar dua tahun lalu, tepatnya antara November dan Desember 2016, media di Indonesia diramaikan dengan berita seorang warga Indonesia yang memiliki empat mobil supermewah berlapis emas. Banyak yang mengira itu adalah warisan dari orang kaya asal Timur Tengah atau oligarki Rusia.

Ternyata, mobil-mobil bernilai miliaran rupiah itu bukanlah milik Ahmad Sukarno, orang Indonesia, melainkan milik seorang pengusaha asal Portugis bernama Sergio Ribeiro yang sehari-hari bekerja sebagai pemain di bursa perdagangan Binary Option (BO). Mobil berlapis emas itu ditengarai hasil perdagangannya di Binary Option. Sampai sekarang, tak banyak yang tahu siapa Sergio Ribeiro dan apa itu Binary Option.

Kekayaannya, menurut situs berita 24businessmag.com, tak lepas dari kesuksesannya dalam bisnis saham binary option. Penilaian yang sama juga dikatakan Joshua Sack dari Sack Associates, sebuah perusahaan manajemen keuangan yang berbasis di Panama.

Perdagangan di binary options memang menjanjikan kekayaan yang cepat. Dalam sebulan, orang bisa menghasilkan jutaan dolar Amerika Serikat jika pilihannya dalam perdagangan saham selalu benar. Lantas, benarkah bisnis binary option bisa membuat orang mendadak menjadi kaya raya?

Di jaman teknologi modern seperti sekarang ini banyak hal berubah dari yang semula tradisional ke arah yang lebih modern. Kondisi transisi itu banyak dimanfaatkan orang untuk meraup keuntungan secara instan dengan memperdaya orang lain, baik yang ‘kelebihan’ informasi atau sebaliknya yang tidak mendapatkan informasi secara benar.

Sehingga begitu mendengar informasi di media tentang orang-orang yang tiba tiba sukses atau kaya dari bisnis keuangan digital seperti binary option atau forex dan lain-lain, tiba-tiba saja kita tergiur. Padahal, kita tak mendalami terlebih dahulu seluk beluk dari bisnis digital itu.

Singkat kata, kita hanya tahu kulitnya saja, karena dari tampilan hampir semua bisnis keuangan digital mirip-mirip. Hanya jeroan atau sistem di dalamnya saja atau cara aturan main untuk trading-nya yang berbeda. Orang awam atau mereka yang ingin cepat kaya secara instan seringkali terjebak dengan iklan-iklan yang sering muncul di sejumlah situs online atau media sosial.

Awalnya penasaran, lama-lama mencoba. Namun, karena kurang pengetahuan bukannya untung malah buntung. Walhasil, membuat bisnis keuangan digital, seperti Forex misalnya, menjadi buruk di mata publik.

Binary Option itu jelas beda dengan Forex. Meski secara tampilan sekilas sama. Baik BO maupun Forex sama-sama memunculkan grafik mata uang asing seperti EURO atau USD juga mata uang asing lainnya. Lalu, di mana letak perbedaannya? Sistem trading-nya yang membuat mereka berbeda.

BO pada dasarnya hanya memprediksikan arah mata uang: akan naik atau turun pada titik acuan awal kita. Kemudian, berapa lama kira-kira angka itu bergerak sehingga menjadi patokan bahwa benar nilai tukar EURO atau USD itu naik atau turun dari titik acuan awal yang kita tentukan.

Ketika di tengah jalan prediksi kita sudah benar, maka sulit bagi kita untuk melakukan close order terhadap nilai tukar mata uang asing yang tadi kita prediksi bakal naik atau turun tersebut. Hal tersebut dikarenakan kita terikat oleh waktu yang sudah ditentukan.

Bagaikan bertaruh di pacuan kuda, kita hanya bisa memilih kuda nomor berapa yang sekiranya akan menang, dan ketika di pertengahan pertandingan kuda kita sudah unggul, kita tidak bisa dengan serta merta menyatakan menang, karena kita harus menunggu sampai kuda menyentuh garis finish atau hingga pertandingan selesai.

Berbeda dengan Forex. Saat bermain Forex kita bisa memprediksikan apakah kurs nilai tukar EURO atau USD tersebut akan naik atau turun. Bila di tengah jalan tiba-tiba prediksi kita meleset karena sejumlah faktor, seperti pemberitaan terkait politik atau ekonomi atau kondisi apapun yang bisa mengubah nilai tukar maka kita bisa memutuskan untuk mengambil opsi menutup (close) atau membuka (open) dengan mempertimbangkan atau melihat isu atau berita (news) yang berkembang di media.

Adapun keuntungan Forex sangat jelas karena diperoleh dari selisih harga jual yang lebih tinggi pada saat open ketimbang pada saat close, dan sebaliknya harga beli itu bisa dibilang untung saat open dengan posisi lebih rendah dari harga close. Sedangkan keuntungan BO itu bukan dari selisih harga, artinya mau selisih 10 point atau 20 point sama saja untungnya.

Hal itu menunjukan bahwa BO tak lain adalah judi modern. Modern? Karena tampil dalam bentuk mata uang bagaikan Forex. Kurs nilai mata uang itu bergerak 24 jam selama 7 hari (24/7) tanpa henti sehingga kita tidak perlu menunggu waktu yang pas untuk berjudi.

Setiap waktu kita bisa berjudi. Hal inilah yang membedakan dengan judi konvensional lainnya seperti pacuan kuda atau sepak bola. Lewat BO kita tidak perlu menunggu pertandingan bola atau pacuan kuda dimulai. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa BO merupakan judi yang menggunakan kartu, di mana ada seorang bandar yang menentukan patokan harga.

Melalui BO kita sendiri yang menentukan dikisaran berapa nilai tukar yang aman untuk kita menyatakan naik atau turun. Bisa dinyatakan benar naik apabila harganya di atas ‘angka nilai tukar’ yang sudah kita tentukan di awal. Sedangkan di judi kartu, bandar mendapatkan angka kartu dari kartu yang didapat.

Semisal bila bandar mendapatkan kartu angka ‘5’ maka yang mendapatkan hasil atau keuntungan adalah orang-orang yang mendapatkan angka di atas ‘6’. Sementara orang yang mendapat angka ‘6’ sama saja hasilnya dengan yang mendapat angka ‘8’.

Tetapi bagi yang mendapat angka di bawah ‘5’ maka harus menyerah kalah pada bandar dan uangnya menjadi milik bandar (Selamat datang di era di mana kita bisa berjudi di mana pun kita berada hanya dengan bermodalkan telepon selular (HP) atau komputer yang yang terhubung jaringan Internet).

Mengapa orang lebih suka BO ketimbang Forex? Sederhana. Karena musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri. Mengapa seperti itu? Sebab, di BO patokannya sudah jelas menang atau kalah sesuai dengan titik yang kita tentukan dan waktu yang kita tentukan—di waktu itulah kita harus berhenti dan melihat hasilnya, mau berapa besar jarak kita atau sekecil apapun jaraknya dari titik yang kita tentukan, kita tetap dinyatakan menang dan sebaliknya dinyatakan kalah.

Sedangkan Forex bukan ‘waktu’ yang menentukan, tapi diri kita sendiri. Kitalah yang menentukan. Sampai kapan pun hanya diri kita yang menentukan apakah kita sudah merasa cukup. Sudah merasa profit, atau sebaliknya masih merasa kurang dan kurang, kalau tidak mau dibilang serakah.

Apakah closed atau tidak closed itu tergantung diri kita masing-masing. Sebab, keuntungan Forex dihitung dari selisih point saat kita ‘buka order’ sampai pada ‘tutup order’. Begitu pula ruginya dihitung dari selisih buka order ke tutup order, yang mana seringkali kita merasa seperti sedang mengalami ‘psywar’ atau dengan kata lain secara psikologi kita dipermainkan oleh nafsu atau keinginan diri sendiri.

Tak heran bilamana banyak yang stress karena sulit melawan diri sendiri, tidak mau mengakui bahwa prediksi kita sedang salah dan seharusnya membatasi risiko. Itulah seringkali orang kebablasan saat bermain Forex dan seringkali ujung-ujungnya bangkrut.

Selain itu Forex juga memiliki fasilitas ‘laverage’, di mana kita bisa mendapatkan daya ungkit dari 1:10 sampai 1:1000 , laverage itu lah yang membuat orang mampu untung ratusan persen bahkan sampai ribuan persen dalam sebulan. Kendati begitu, seringkali kita memupuk kesalahan dengan tidak melihat ‘bom waktu’ yang siap kapan saja meledak.
Sebab, dengan adanya laverage itu kita dimudahkan untuk untung lebih besar dan, sebaliknya, juga rugi lebih besar. Karena itu, sejatinya, dengan bertading Forex tidak hanya memperoleh keuntungan secara materi tetapi juga sekaligus melatih psikologi kita: ketenangan jiwa dan pikiran saat prediksi kita salah, kita tetap harus tenang berpikir jernih untuk langkah apa yang harus kita ambil.

Dan, sebaliknya, ketika prediksi kita benar, kita tidak boleh meninggikan diri. Kita diharapkan dapat tetap tenang dan berpikir jernih untuk melakukan tindakan: apakah kita harus close order atau open order. Atau kapan kita harus keluar dari market dan kapan harus masuk ke market.

SEPTIA Z. PUTRA,
Alumni KSI – Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia